Powered by Blogger.
RSS

Tuesday, 15 May 2012

Kalau Saya Seorang Pria


KALAU SAYA SEORANG PRIA
“Sebagai perempuan, saya boleh menangis, merajuk,manja.
Tapi bagi kaum pria semua itu terlarang!”

Saya akan membuat perempuan mengerti bahwa lelaki juga manusia. Punya rasa, punya emosi, bisa sakit hati dan sebenarnya bisa mengucurkan airmata.
          “Untung kamu perempuan,” begitu ibu saya pernah berkata. Semula saya tak tahu apa maksudnya. Maklum ketika itu -jaman SD- saya justru menyesal mengapa jadi perempuan. Menurut saya, boys have all the luck and fun! Mainan mereka macam-macam bentuknya. Dari mobil-mobilan sampai tembakan, dari kapal terbang sampai layangan. Sedangkan anak perempuan:Cuma boneka dan masak-masakan. Sia-sialah ibu saya -saat itu- melarang saya main gundu bersama Dullah (teman masa kecil dulu).
          Ketika waktu beranjak, saya mencari tahu maksud ibu saya dengan kalimatnya tadi. Ternyata dengan menjadi perempuan,
saya punya hak istimewa untuk melepaskan isi hati, tanpa harus menjaga gengsi pada siapapun. Sebagai perempuan, saya boleh menangis, tertawa, merajuk, manja. Tak ada yang melarang. Atau tepatnya tak boleh dilarang. Karena      -konon- itu sepenuhnya hak wanita. Dengan menjadi perempuan, kita puny hak untuk tampak lemah dan berhak mendapat pertolongan.
          Semua itu tak dimiliki oleh pria. Begitu ia lahir, langsung di vonis tak boleh cengeng. Tak boleh menangis waktu jatuh. Tak boleh sedih saat ditinggal ibu ke pasar. Kalah main gundu? Lebih baik melayangkan tinju ketimbang menunjukkan kepedihan. Entah mengapa lelaki harus menerima nasib seburuk itu? Bisa jadi mereka tak mau mengaku kalau larangan menunjukkan perasaan itu sebuah malapetaka. Bisa jadi mereka menganggap itu hal biasa dan harus di terima. Dan hebatnya, diantara mereka pun ada semacam kode etik untuk mempertahankan nilai ‘emas’ itu.
          Mengapa pria harus menjalani semua itu? Saya terus-menerus bertanya dalam hati. Ibu saya bilang, itu karena saya bukan laki-laki. Saya tidak bisa menerima jawabannya ini. Bukankah lelaki juga manusia juga? Dan sebagai manusia ia pun di beri rasa oleh Penciptanya? Dalam hati saya merasa iba pada pria. Ibu pada ketidakmampuannya mengeluarkan isi hati sebagai mana yang dirasakan oleh wanita.
          Kalau dilahirkan sebagai lelaki, saya akan berusaha mati-matian mengubah cara pandang wanita terhadap pria. Saya ingin wanita melihat pria sebagai manusia biasa. Saya ingin pria di ijinkan menampakkan perasaannya yang sebenarnya terasa di hati. Saya ingin perasaan dibiarkan mengalir apa adanya. Bukan untuk menunjukkan kelemahannya, tetapi untuk menjadikan pria manusia yang lebih baik. Lebih sehat dan waras. Cukup sudah gaya sok kuat dan tahan banting terus-terusan walau telah di terpa badai masalah. Saya ingin membiarkan emosi keluar dengan bebasnya.
          Saya berharap, dengan membiarkan perasaan hati muncul, pasangan akan tahu bahwa saya bisa sakit hati oleh kata-katnya yang kurang pas. Dia juga bisa tahu kalau  saya sangat menghargai pengorbananya, cintanya yang tulus, dan perhatiannya yang tak putus. Dengan mengumbar perasaan pada tempat dan waktu yang tepat, saya akan membuat pasangan lebih memahami keinginan di hati. Bahwa saya ingin diperlakukan dengan lembut dan tak di buat cemburu.
          Kulit tubuh saya mungkin lebih kasar, tetepi saya punya hati yang sama lembutnya. Saya ingin dia tahu bahwa otoot dan tubuh saya yang kekar juga bisa terasa lelah setelah seharian menemaninya belanja. Saya ingin dianggap mampu mengerjakan urusan rumah tangga. Dari mencuci piring, menyapu lantai, dan mengganti popok si kecil. Saya ingin dianggap sahabat dekat, sedekat dia dengan teman wanitanya yang lain. Saya ingin meluapkan segala perasaan yang ada. Saya ingin. Ingin sekali. Seandainya saya jadi pria. Seandainya.

No comments:

Post a Comment

Neobux

IKLAN