Suatu hari seorang Murid menulis surat kepada gurunya yang tinggal di seberang sungai.
Guru, kini murid sudah mencapai tingkat spiritual Tidak goyah oleh goncangan 8 angin .
Kini jiwa murid tenang dan tegar bagai gunung, hening bagai air telaga dan ... (seterusnya...)
Delapan angin yang dimaksud adalah delapan kondisi hidup, yaitu :
Pujian dan Penghinaan, Popularitas dan nama buruk, aman sejahtera dan Bahaya, Berkah dan Musibah.
Setelah membaca, Sang guru dengan senyum sabar membalas surat muridnya. Su Dong Bo dengan bangga membuka surat gurunya.
Dalam surat hanya tertulis satu kata: "Kentut (bohong)"
Si
Murid langsung naik pitam, Guru sungguh keterlaluan, selalu negative
thinking, suka curiga, prejudis, prasangka buruk, aku harus segera
menemui guru, ku ajak debat terbuka, akan kubuktikan kalau aku tidak
bohong!
Si Murid segera mendayung sampan menyeberang sungai. Setelah tiba di seberang sungai bergegas menuju biara gurunya.
Baru
mau mengetuk pintu biara, tangannya tertahan, mukanya yang merah padam
berubah pucat. Kesombongannya hilang berganti rasa malu. Dengan kepala
menunduk, melangkah pelan kembali ke sampannya, mendayung pulang.
Apa yang terjadi?
Di depan pintu biara gurunya menempel secarik kertas :
Katanya
tidak goyah oleh goncangan 8 angin, ternyata hanya dengan sebuah kata
Kentut saja kamu sudah terpukul dan terpelanting hingga menyeberang
sungai.
Kebenaran itu bukan hanya sekedar pemahaman, pemahaman
hanyalah sebuah konsep dan konsep bukanlah kebenaran itu sendiri.
Kebenaran yang hidup adalah pengalaman yg harus langsung dijiwai dan
diterapkan dalam prilaku kehidupan sehari-hari.
Si Murid hanya berteori, tetapi gurunya mau dia langsung mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Si
Murid hanya mengetahui sebatas teori dan pemahaman, sementara gurunya
mau muridnya memasuki pengalaman langsung dan penerapan dalam kehidupan
sehari-hari !!






No comments:
Post a Comment